SITI MUYASSAROTUL HAFIDZOH Peneliti Pendidikan pada Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta
Dalam mengerjakan soal UN, seorang siswa tentu akan mengalami kondisi psikologi dan suasana yang bermacam-macam. Bisa cemas, tegang, optimis, riang, gembira, dan susah. Perasaan ini jelas sekali terlihat dari wajah siswa menjelang UN karena proses UN sekarang berbeda dengan sebelumnya, yakni terkait kriteria lulusan, ketiadaan ujian ulangan, ketiadaan tim pengawas independen, dan jumlah paket soal.
Semua perasaan yang umum terjadi adalah perasaan tegang, cemas, dan susah. Perasaan ini bukan saja menghinggap dalam diri siswa, melainkan terjadi dalam sekolah, guru, dan orang tua siswa. Ketentuan pemerintah yang selalu berubah menjadikan pihak sekolah dan guru kebingungan mencari strategi jitu bagi siswanya dalam meraih hasil maksimal dalam UN. Orang tua kebingungan dan khawatir bila anaknya tak lulus UN. Pendek kata, perasaan bercampur aduk, mulai siswa, sekolah, guru, dan orang tua murid.
Di tengah kondisi demikian inilah, mengerjakan UN bukan saja dengan strategi serius dalam mengkaji setiap mata pelajaran dengan detail, melainkan harus membekali siswa dan seluruh elemen pendidikan dengan sikap optimis.
Optimisme siswa akan menjadikan siswa siap “bertempur“ menghadapi soal-soal sesulit apa pun. Semangat siswa ini menjadi modal utama bagi mereka sehingga tidak grogi dan gagap ketika menghadapi soal UN. Bukan saja para siswa, guru, lingkungan sekolah, orang tua, dan masyarakat juga mesti memiliki kesamaan optimisme sehingga membentuk lingkungan yang mendukung bagi siswa untuk siap sedia menghadapi segala persoalan.
Dalam membentuk kepercayaan diri ini, patut disimak firman Allah dalam menggugah optimisme kita. “Janganlah kamu bersikap lemah (pesimis), dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamu adalah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang -orang yang beriman.“ (QS Ali Imran: 139).
Rasa optimis haruslah mengalahkan pesimis yang bisa jadi menyelinap dalam hati. Untuk itulah jika ingin hidup sukses, kita harus bisa membangun rasa optimis dalam diri. Optimisme inilah yang menjadikan Rasulullah SAW beserta sahabat mampu memenangi peperangan yang tercatat dalam sejarah dunia mulai dari perang Badar hingga peperangan pada masa kekhalifan Islam sampai berabad-abad lamanya.
Optimisme ialah salah satu kunci dalam setiap kesuksesan dan kemenangan. Dalam berbagai medan peperangan, pasukan Muslim senantiasa kalah dalam hal kekuatan, seperti jumlah tentara, fasilitas persenjataan, ataupun medis.
Tetapi, sejarah mencatat hampir di setiap peperangan selalu saja pasukan Muslim meraih kemenangan. Jumlah pasukan yang sedikit sepertinya bukan menjadi penghalang bagi para mujahid dalam menaklukkan tentara tentara lawan. Sebut saja Perang Badar, Uhud, penaklukan Konstantinopel, Yerusalem, dan semua bukti sejarah akan kejayaan mujahid Islam dengan kemampuan yang jauh lebih kecil mampu mengalahkan kekuatan perang yang luar biasa besar.
Kunci ajaran inilah yang harus kita ambil semangatnya untuk meraih sukses menghadapi UN sekarang ini.
Dalam konteks ini, Allah juga berfirman, “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat baik.“ (QS al-Ankabut: 69).
Ayat ini membuat semangat kita makin menyala untuk bersungguh-sungguh. Karena Allah pasti akan memberikan jalan lapang kalau kita teguh dengan prinsip. Menaklukkan tantangan pastilah harus dengan menaklukkan diri sendiri. Jangan sampai terlena dengan optimisme menaklukkan sesuatu, sementara kita lalai menaklukkan diri sendiri.
Kalau kita bisa makrifat (mengetahui sejatinya) diri kita, pasti kita akan menemukan jalan kesuksesan.
Dalam konteks ini, seorang filsuf Athena, Aristoteles, mengatakan, “Saya menganggap orang yang bisa mengatasi keinginannya lebih berani daripada orang yang bisa menaklukkan musuhnya; karena kemenangan yang paling sulit diraih adalah kemenangan atas diri sendiri.“
Semangat, optimisme, dan keyakinan tersebut di atas menjadi fondasi sangat penting bagi siswa dan elemen pendidikan untuk mengerjakan UN. Setiap persoalan pasti ada solusi. Orang-orang yang optimis, dan yakin akan menemukan solusi persoalan yang dihadapi.
Walaupun UN kali ini berbeda dengan UN sebelumnya, itu bukanlah hal yang rumit bagi mereka yang optimis.
Solusi pasti akan ditemukan di tengah berjalannya waktu seseorang dalam berusaha. Hasil apa pun yang didapatkan, bagi kaum optimis, tak akan membuat hidup menjadi jatuh dan sia-sia. Semua akan diterima sebagai pelecut semangat menggapai kesuksesan yang lebih di kemudian waktu.