| 0 komentar ]

Ada beberapa unsur dalam matematika yang begitu banyak berperan dalam perkembangan matematika. Berikut ini ulasan beberapa unsur, dan dapat dikategorikan sebagai “raja matematika”, untuk menambah pemahaman dan wawasan kita.

Raja Pertama Matematika: 1
Tidak sulit untuk meyakini bahwa raja inilah yang pertama kali lahir di antara beberapa raja tersebut. Di mana saja peradaban manusia berada dan seprimitif apa pun, maka konsep “bilangan satu” sudah dapat dipastikan telah mereka punyai, walaupun tidak dalam bentuk formal. Bilangan ini juga “raja” yang sangat berperan dibandingkan dengan keenam “raja” yang lain, oleh karena tanpa konsep bilangan satu maka kita tidak mengenal konsep “raja-raja” yang lainnya. Karena bilangan satu adalah “ibu” dari seluruh bilangan lain. Dalam bahasa matematika (aljabar abstrak), satu atau unity adalah pembangkit (generator) bilanganbilangan atau unsur-unsur yang lain.

Lucunya, karena keistimewaan tersebut maka “satu”, yang dalam geometri digambarkan dengan titik, tidak dianggap oleh para Pythagorean sebagai bilangan nyata, karena apa yang dipikirkan sebagai bilangan adalah sesuatu yang tersusun dari unitunit, sebagaimana dikatakan Euclid. Lambang “1” untuk bilangan satu, mungkin berasal dari maksud untuk mewakili sesuatu yang tunggal, yaitu dengan sebuah garis tunggal. Hampir seluruh numeral yang digunakan di dunia, dari bangsa primitif hingga masyarakat modern, dari peradaban kuno hingga peradaban modern, dari pemakaian sehari-hari hingga pada pemakaian dalam teknologi tinggi, semuanya menggunakan bentuk yang mirip dengan lambang “1”. Karena itu, tidak ada yang mengetahui siapa yang pertama kali “menemukan” lambang bilangan “1”.

Berikut ini sifat-sifat matematik dari bilangan satu untuk sebarang bilangan real x.

1) 1.x = x.1 = x
2) x/1 = x
3) x^1 = x
4) 1^x = 1
5) x'log(1) = 0 , x>0
6) 1! = 1
7) 1 bukan bilangan komposit bukan pula bilangan prima. Ada matematikawan yang menganggap 1 sebagai prima, karena mendefinisikan bilangan prima sebagai bilangan yang hanya dapat dibagi 1 atau dirinya sendiri. Tetapi untuk ketunggalan faktorisasi, khusus-nya Teorema Dasar Aritmetika, maka sekarang kita menganggap 1 bukan prima.

Raja Kedua Matematika adalah ; 0
Kalau bilangan satu dapat mewakili sifat “ada”, maka bilangan nol mewakili sifat “tidak ada” atau “kosong”. Sifat ini pulalah yang mungkin menyebabkan kita lambat mengenal bilangan nol. Asal tahu saja, kita belum lama mengenal konsep matematika bilangan nol.

Sebagai contoh, tahukah Anda bahwa orang Romawi hingga masuknya peradaban Islam, mereka belum mengenal berhitung dengan angka nol? Ya, itu karena mereka memiliki sistem bilangan dimulai dengan bilangan satu! Ini berbeda dengan India Kuno, misalnya. Dari India pulalah sebenarnya konsep bilangan nol dan sistem nilai tempat berasal. Kalau bilangan satu demikian penting sebagai “ibu” dari bilangan-bilangan yang lain, maka bilangan nolsangat penting karena ia yang “melahirkan” sistem nilai tempat. Dengan sistem nilai tempat ini pula kita dapat mengembangkan matematika demikian
cepat dan mudah.

Bagaimana mungkin kita menulis bilangan “dua ratus lima” bila kita tidak mengenal angka nol, bukan? Angka Romawi tidak mengenal lambang untuk “kekosongan”, selain itu, penulisan angka Romawi yang berdasarkan pengulangan juga menjadi penyebab timbulnya kesulitan ini. Penggunaan angka nol untuk sistem nilai tempat, pertama kali digunakan oleh al-Kwarizmi. Lewat karya al-Khwarizmi, Abu Kamil, dan lain-lain, Eropa mengenal sistem nilai tempat dengan angka Arab tersebut, antara lain berkat jasa Fibonacci.
Tidak ada bilangan Romawi untuk “satu juta” atau bilangan yang lebih besar lagi. Tapi dengan sistem nilai tempat, kita dapat menulis berapa pun juga, hanya dengan menggunakan sepuluh macam angka saja! Lagi, dalam sistem angka Romawi kita tidak mengenal bilangan pecahan. Tetapi dengan angka Arab yang menggunakan sistem nilai tempat, hal ini menjadi sangat mudah dengan memberi tanda titik atau koma. Konsep pecahan desimal ini pertama kali “ditemukan” oleh al-Kasyi.

Dengan gambaran mengenai keuntungan-keuntungan penulisan bilangan dengan sistem nilai tempat, sungguh tidak dapat disangsikan akan peran bilangan nol. Tanpa nol, maka tidak ada sistem nilai tempat, tidak ada penulisan bilangan yang mudah, tidak ada perkembangan matematika yang demikian cepat ini! “Raja” bilangan nol pada awal kelahirannya, diwakili dengan tanda “titik”. Pada peradaban India, bilangan nol juga ditandai dengan titik. Lalu, di wilayah Islam, bilangan nol memiliki dua bentuk: yang pertama, tetap menggunakan tanda “titik”, sedang yang kedua menggunakan tanda mirip “lingkaran kecil”. Model yang kedua kemudian diterima secara mendunia hingga menjadi bentuk seperti yang kita kenal sekarang. Siapa yang pertama kali menulis bilangan nol dengan tanda “lingkaran”? Tidak jelas. Yang pasti di tangan para matematikawan muslim antara abad 9 hingga abad 14, bilangan nol mulai ditandai dengan lambang “0”.

Berikut ini sifat-sifat matematik bilangan nol untuk sebarang bilangan real x.
1) x + 0 = 0 + x = x

2) x – 0 = x

3) 0 – x = –x

4) 0/x = 0 untuk x ≠ 0

5) 1/0 tak terdefinisi

6) 0/0 tak terdefinisi

7) x^0 = 1 untuk x ≠ 0

8) 0^0 = 0 untuk x > 0

9) 0^0= tak terdefinisi

10) log 0 = tak terdefinisi

[SIZE="5"]Raja Ketiga Dalam Matematika Adalah ; Pi[/SIZE]
Bilangan yang dikenal siswa dengan 22/7
atau 3,14 hanyalah pendekatan untuk bilangan "pi".
Bilangan ini adalah nilai perbandingan keliling lingkaran dengan diameter lingkaran. Perbandingan tersebut tetap untuk setiap lingkaran, berapa pun besarnya.

Lalu keistimewaan apa yang menjadikan "pi" “raja” matematika? Bilangan pi dapat dikatakan sebagai karakteristik dari kurva lengkung. Tanpa adanya bilangan pi maka kita tidak dapat menangani dengan baik bangunbangun geometri yang memuat permukaan lengkung atau sisi lengkung, seperti lingkaran, ellips, bola, dan lain-lain.

Selain itu, bilangan pi telah menimbulkan usaha yang luar biasa dalam perkembangan matematika, bilangan ini telah melahirkan pula bidang-bidang kajian yang menarik perhatian para matematikawan, seperti mencari nilai pendekatan dengan angka desimal terbanyak, meneliti sifat irasionalitas, masalah squaring a circle, transendental, normalitas bilangan, dan lain-lain.

Bilangan pi dikenal dengan berbagai lambang pada zaman dahulu. Al-Kasyi yang berhasil menghitung bilangan pi hingga 16 desimal (terbanyak hingga zamannya) menulisnya dengan huruf “tho”, huruf ke-16 dalam huruf Arab. Secara mengejutkan, lambang pi yang kita gunakan sekarang juga huruf ke-16 dari alfabet Yunani. Lambang pi pertama kali digunakan oleh William Jones tahun 1706. Baru setelah dipopulerkan oleh Euler, lambang pi untuk perbandingan keliling dan diameter itu diterima secara luas.

Orang Babilonia dan Mesir Kuno belum secara eksplisit mengenal bilangan pi, dan dalam perhitungan mereka kita dapatkan nilai untuk "pi" yang masih kasar (belum cukup mendekati). Baru sejak dibahas secara matematik oleh Archimedes yang mendapatkan bahwa 223/71 < pi < 22/7 , “pencarian” bilangan ini pun mulai mendapat perhatian serius. Mulai dengan metode menghitung luas, penggunaan deret bilangan, trigonometri, hingga penggunaan metode peluang.

Perburuan desimal pi dengan komputer pertama kali dirintis oleh komputer ENIAC (1949) yang dalam tempo 70 jam berhasil menghitung hingga 2037 tempat desimal. Saat ini kecepatan komputer jauh lebih tinggi.

Matematikawan Jepang telah menghitungnya hingga 2 milyar desimal!
Euler pertama kali menyuguhkan masalah apakah pi rasional atau bukan, termasuk aljabar atau transendental? Masalah ini baru tuntas 107 tahun kemudian. Bilangan pi bersifat irasional (irrasional number).

Dengan begitu pula, hampiran desimal yang terbaik untuk pi telah menjadi bahan eksplorasi yang menggairahkan sejak berabad-abad yang lalu hingga kini. Al-Biruni pada abad ke-11 telah menyarankan sifat irasionalitas pi berdasarkan argumentasi geometrik. Sifat irasionalitas pi pertama kali dibuktikan dengan jelas oleh Lambert tahun 1767, lalu diikuti oleh bukti yang lebih baik oleh Legendre (1794).

Bilangan pi juga bersifat transendental (non aljabar), artinya bilangan tersebut tidak dapat menjadi akar suatu polinom (persamaan suku banyak) dengan koefisien-koefisien bulat.
Bukti bahwa pi transendental pertama kali diberikan oleh Lindemann tahun 1882. Dengan terjawabnya sifat transendental pi ini maka berakhir pula perburuan pemecahan atas masalah klasik sejak 20 abad sebelumnya, yaitu bagaimana melukis dengan jangka dan penggaris sebuah lingkaran yang memiliki luas sama dengan persegi yang diberikan (squaring of the circle).

Sumber Disini


Share/Bookmark

0 komentar

Posting Komentar